Pernah gak sehabis nonton film Korea, terus kita jadi baper sama kehidupan pemeran utama ceweknya? Ngerasa si cewek itu beruntung banget, punya wajah cantik, ketemu cinta sejati, populer, blablabla… Padahal kehidupan sempurna itu sebenarnya hanya ada dalam film! Pernah gak sesekali kita melihat diri kita di depan cermin, terus bilang sama diri sendiri betapa beruntungnya kita, betapa bahagianya kita menjadi diri kita sendiri. Cobalah sesekali atau saran saya sesering mungkin. Berbahagialah dengan diri kita sendiri dan apresiasilah apa yang kita miliki.
Cara mudah lainnya menumbuhkan apresiasi terhadap diri kita sendiri adalah dengan menyayangi diri, seperti menjaga kesehatan, berolahraga dan makan makanan sehat. Juga apresiasi diri sendiri dengan melakukan kegiatan yang positif seperti memperkaya ilmu pengetahuan dengan belajar sesuatu yang baru. Agar perasaan apresiasi itu terus tumbuh ada baiknya kita selalu afirmasi kata-kata positif setiap pagi saat bangun tidur dengan mengatakan, “Saya bisa melakukan yang terbaik.” ” Saya bahagia dengan kehidupan saya.” dsb. Lebih bagus lagi tulisan bernada positif itu di tempel di tempat-tempat yang selalu kita lihat setiap hari , juga bisa kita tempelkan foto-foto bersama orang yang kita cintai untuk menambah semangat dan motivasi.
Saya berusaha menerapkan hal-hal kecil diatas setiap pagi. Lalu saya sesering mungkin memeluk suami saya, saat saya merasa bahagia ataupun lelah. Lalu biasanya saya akan mengucap syukur di dalam hati bahwa dalam keadaan lelahpun ada tempat saya bersandar yaitu suami saya (Allah tetap nomor satu). Saya juga sebisa mungkin mengapresiasi diri saya dengan melakukan perawatan sehari-hari di rumah misalnya luluran, masker rambut atau minum susu teratur sebelum tidur, agar saya merasa rileks. Kamu pun bisa mengapresiasi dirimu dengan caramu sendiri misalnya mulai membangun bisnis kecil-kecilan dan menambah networking (Itu impian saya kelak). Apresiasi dirimu sebelum mengapresiasi orang lain ya. I am so blessed, so are you!*
*Tulisan sederhana ini terinspirasi dari buku Why Simplify? oleh Teo Aik Cher.