Cerita Mudik Pertama Shadiq

Loading

 

Kami sesaat setelah pesawat mendarat di bandara KNIA 12 Juni 2019.

Welcome July! Udah hampir sebulan Idul Fitri berlalu namun gaungnya masih berasa ya. Mohon maaf lahir & batin semuanya. Lama banget rasanya gak update blog ini. Kali ini pengen cerita tentang mudik pertama Shadiq. Yup, lebaran tahun ini adalah pertama kalinya Shadiq mudik ke kampung halaman ayahnya di Kampar, Pekan Baru. Tak hanya itu, inilah pengalaman pertamanya naik pesawat dan pengalaman pertama buat saya juga membawa anak yang belum genap dua tahun bepergian dengan pesawat.  Syukurlah perjalanan mudik dengan pesawat ini berjalan lancar, selengkapnya bisa baca di postingan saya sebelumnya di Tips Membawa Bayi Mudik Dengan Pesawat. Meskipun cerita mudik kali ini tak seindah bayangan karena terselip kabar duka. Seminggu sebelum Idul Fitri, kakek Shadiq (mertua laki-laki saya) meninggal dunia. Kabar ini sungguh mengejutkan kami karena sebelumnya tidak terdengar kabar bahwa kakek Shadiq sakit yang cukup serius, hanya sakit-sakit biasa, maklum usia beliau sudah sepuh, 73 tahun. Kami yang sudah memesan tiket pesawat tanggal 3 Juni 2018 pun akhirnya membatalkan penerbangan. Suami diminta kembali ke kampungnya tanggal 28 Mei 2019 , karena ditelepon pihak keluarga bahwa kakek Shadiq masuk ICU. Pagi itu pun, suami pulang lebih dulu ke Kampar dengan pesawat paling pagi. Sekitar subuh habis sahur, kami berangkat ke bandara KNIA menemani ayah Shadiq ke bandara. Ditengah perjalanan menuju bandara KNIA, kakek Shadiq dikabarkan meninggal dunia. Saya dan suami yang saat itu berharap kakek Shadiq akan membaik lagi kondisinya, hanya bisa tertunduk lesu. Maka saya dan Shadiq pun menyusul esok paginya berangkat dengan pesawat ditemani papa saya. Ingin rasanya ikut bersama suami di flight pagi itu, namun saya tak memiliki persiapan apa-apa, saya belum packing sama sekali, belum lagi barang-barang Shadiq.

Hal yang paling mengharukan yang terjadi di pagi itu adalah saat suami harus ikhlas karena tidak sempat bertemu ayahnya terakhir kali , bahkan tak sempat mensholatkan jenazahnya. Qadarullah, pesawat Citilink hari itu rusak dan penerbangan delay hingga 2 jam. Suami hanya bisa melihat proses memandikan dan mengkafanikan jenazah ayahnya dari videocall whatsapp.

Bepergian dengan pesawat pertama kali dengan si kecil tanpa suami, sungguh perasaan saya campur aduk saat itu. Meskipun ada papa saya yang sudah terbiasa bepergian dengan pesawat (beliau seorang tour guide selama puluhan tahun) , namun kekhawatiran saya tetap ada, mengingat Shadiq sangat dekat dengan ayahnya. Kami kemana-mana selalu bertiga. Kalau salah satu tak ada, maka si kecil akan terus bertanya dimana ayah atau Bundanya. Sungguh Allah Maha Baik, Shadiq baik-baik saja di perjalanan sampai ke kampung halaman ayahnya, anteng di pesawat. Alhamdulillah ya Allah. Satu hal lagi yang buat saya khawatir pergi tanpa ayahnya, yaitu masalah PACKING. Yup, saya paling tidak mahir masalah packing barang tiap mau mudik atau travelling. Selama ini tiap mudik, asoy geboy aja tuh karena ayahnya yang beres-beres barang buat masukin ke koper. Tapi dengan kondisi darurat begini, mau tak mau saya harus belajar packing. Maka ketika tahu harus berangkat satu hari setelah suami pergi, saya mulai packing dari siang padahal berangkat besok pagi. Saya berharap dengan keamatiran saya mengepak barang, mudah-mudahan gak ada barang penting yang tertinggal.

Selama di kampung, segala kekhawatiran saya bahwa kemungkinan Shadiq akan kecapean, sakit, atau tidak betah semua sirna. Dia senang sekali selama liburan di kampung ayahnya, apalagi libur mudik kali ini cukup panjang hingga 12 Juni 2019. Kenapa lama disana? Mengingat kami sudah  2 tahun tidak mudik dan ini kali pertama mudik setelah punya anak, ya gakpapalah kami agak lama libur disini. Lagipula nenek Shadiq tentu sudah rindu dengan cucunya. Qadarullah, Shadiq tak sempat bertemu kakeknya yang disapa Datuk atau Atuk, setelah satu tahun 21 hari usianya. Atuk hanya sempat melihat Shadiq ketika usianya masih 1 bulan saat aqiqah di Medan.

Shadiq happy selama mudik di kampung
Asyik bermain di rumah nenek kampung

 

Mudik kali ini memang berbeda. Tidak ada foto-foto berlebaran karena suasana masih berduka. Mamak mertua yang biasanya sangat ceria dan gesit di dapur , kini menghabiskan waktunya dengan menangis, merenung, sholat dan mengaji. Beliau kelihatan begitu kehilangan karena kepergian Atuk memang begitu tiba-tiba. Selama lebaran pun, ia tak mau pergi kemana-mana, termasuk sholat Ied di mesjid. Masih sedih terkenang almarhum, katanya. Kami berusaha menghibur dan memahami kondisinya. Meski begitu, rumah mertua selalu ramai dikunjungi baik tetangga maupun sanak saudara.

Momen haru saat pertama bertemu Mamak yg masih berduka

Lalu, ngapain aja si kecil selama di kampung? Ia kelihatan menikmati semua momen mudiknya, seperti jalan-jalan ke pasar Kampar, naik rakit menuju desa seberang untuk silahturahmi, keliling kampung naik sepeda motor hampir setiap hari, keliling lihat kembang api dan arak-arakan warga membawa obor dari mesjid di malam takbiran,  jalan-jalan ke kota Pekanbaru, sempat main ke mall juga sih, lalu berkunjung dari rumah ke rumah saudara ayahnya yang sangat banyak, bermain dengan anak-anak yang usianya terpaut beberapa tahun, menikmati menu masakan di kampung, hingga kue-kue tradisional disana, sempat menikmati kuliner lokal disana seperti jajanan es tebak, sate podeh, salah lauak, hingga gulai ikan patin asam pedas.  Di hari terakhir kami sempat berkunjung ke Taman Wisata Ecogreen  di Kampar. Lumayan sempat berfoto sebagai dokumentasi mudik buat si kecil saat ia sudah besar nanti. Wah, saya jadi ikutan makan banyak sekali selama di sana. Bawaannya laperrr mulu. Udah makan nasi plus lauk, lalu di rumah saudara ditawarin makan, ya makan lagi. Kenapa ya kalo di kampung itu makan nasi dengan sambal saja sudah terasa begitu nikmat? dan kecenderungan makanan disana banyak mengandung garam dan santan jadi wajar suami membuncit setiap pulkam, hehhe. Syukurnya saya sih gak tuh, tetap langsing aja, Alhamdulillah. Di hari terakhir pula, sesaat sebelum kami menuju bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru, kami singgah dulu ke toko oleh-oleh membeli bolu kemojo pesanan mama saya.

Jajanan es tebak, mirip-mirip es teler yang banyak ditemui di pasar Kampar
Hari-hari terakhir di Kampar, sempat main ke Taman Wisata GoGreen

Mudik tahun ini memang berbeda, meski tak sesuai rencana, selalu ada hikmah dan keindahan berkumpul bersama keluarga tercinta. Semoga Idul Fitri kali ini membawa kita menjadi pribadi yang lebih baik.Bagaimana mudik kalian? Tentu seru juga kan?Yuk, berbagi cerita dengan meninggalkan komen dibawah ini!

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *