Dear Ibu, Kasih Sayangmu Tak Terbantahkan Waktu

Loading

 

Kukayuh perahu

Menuju pulau citaku

Diiringi doa nasihat bijakmu, Ibu

 

Ku arungi hidup

Berbekal ilmu darimu

Kasih sayangmu ibu,

tak terbantahkan waktu

Penggalan lagu “Ibu” dari Jasmine Elektrik menemani pagi saya kali ini . Pagi dengan rutinitas sebagai stay at home mom dengan seabrek pekerjaan domestik ibu rumah tangga yang seakan tiada habisnya. Entah mengapa akhir-akhir ini mendengar lagu-lagu tentang Ibu membuat saya begitu sendu. Tiba-tiba merasa rindu sekali pada Ibu. Sejak menikah saya memang tinggal terpisah dari Ibu, mengikuti suami. Meski beda kota tapi tak terlalu jauh sih, butuh waktu tempuh hanya 1-2 jam saja , namun itupun kami jarang bertemu karena kesibukan masing-masing. Ibu sekarang memiliki cafe kecil di halaman rumah yang akan disinggahi turis-turis asing yang hendak berwisata, sehingga ia sibuk mengurus cafenya, dari mulai belanja bahan masakan, memasak menu hingga menyuguhkannya. Karena masih merintis, ibu belum punya pegawai, hanya dibantu kakak ipar saja.

Bicara sosok Ibu, ia adalah ibu yang tangguh. Ibu adalah seorang yang mandiri, sedikit dominan, suka masak, hobi bercerita, ramah pada semua orang, dan amat sangat memperhatikan kebersihan rumah. Hal itu juga yang membuat saya sering berantem sama ibu ketika remaja. Saya tipikal yang malas berbenah, hahaa, beda dengan ibu, yang tiap hari menyapu rumah bisa 10x ya, gak bisa sedikitpun lihat ada yang kotor di lantai pasti langsung dibersihkan. Tiap disuruh beberes, sayanya males-malesan, akhirnya diomelin deh. Tapi ketika dewasa dan tinggal ngekos saat bekerja, jadi malah rindu diomelin ibu. Remaja labil ya kala itu, wkwkwk.

Kalau satu hal yang paling saya ingat tentang ibu adalah ibu tidak suka difoto. Dan itu dari dulu hingga sekarang tidak berubah, hahaha.  Setiap difoto , ibu susah sekali tersenyum. Tidak banyak foto saya bersama ibu, paling-paling hanya di momen-momen tertentu seperti pada saat saya wisuda dan saat menikah.

Saat wisuda. Sumber foto: Dokumentasi pribadi

Ibu juga suka kulineran alias suka makan seperti saya. Sewaktu saya masih kuliah, kami suka berjalan-jalan bersama, membeli baju berdua di toko-toko pakaian, lalu kami makan sate padang dan es campur paling hits kala itu di sebuah rumah makan sederhana di seputaran toko. Kami penggemar street food, tak harus makan di mall. Jajanan tradisional justru terasa lebih lezat dilidah. Kalau jalan dengan ibu, waktu berjalan sangat cepat. Tiba-tiba udah sore dan kami pun sibuk ditelponin ayah yang heran karena kami tak pulang-pulang.

Pernah saat saya masih kecil, ibu mengajak saya makan di sebuah restoran fast food ayam goreng. Ntah karena apa, saya mulai rewel dan tantrum, saat makanan tersaji saya gak mau makan dan bilang makanannya gak enak.Ibu dengan sabar, memesan lagi yang baru tanpa marah sedikitpun. Kalau ingat-ingat itu, saya merasa berdosa ya. Udah dibayarin makan, malah berulah dan banyak maunya. Maafkan saya, ibu.

Momen-momen kebersamaan itu, tanpa saya sadari sangat saya rindukan ketika sudah menikah dan punya anak.

Sumber foto: pinterest.com

Kalau flashback masa kecil hingga saat remaja, banyak hal-hal yang bikin saya sebel pada ibu. Meskipun itu terkadang hal kecil ya, bisa jadi besar.Hal-hal kecil yang suka bikin berantem sama ibu :

Masalah pakaian

Sumber foto : pexels.com

Dulu paling sebel kalau urusan pakaian pun harus ibu yang pilih padahal kadang pilihan ibu berbeda dengan pilihan saya. Alhasil, kami pun berdebat, walau akhirnya sayapun mengalah dan memakai pakaian pilihan ibu meski dengan uring-uringan. Namun ketika sudah bekerja dan mampu membeli baju sendiri, ibu tak pernah protes dengan pilihan saya. Mungkin karena saya beli pakai uang sendiri atau memang gaya berpakaian saya sudah lebih keren ya, haha.

 Masalah cita-cita

Sumber foto : pexels.com

Sebenarnya dulu saya bercita-cita jadi penulis, masuk fakultas ilmu komunikasi dan belajar jurnalistik namun tak disetujui karena pilihan universitas yang saya inginkan harus diluar kota dan ibu termasuk paranoid kalau anak perempuan tinggal jauh merantau. Akhirnya saya harus ikhlas dengan pilihan ibu yang memang gak jauh-jauh juga sih dari hobi saya yaitu buku dan menulis.

Masalah percintaan

Sumber foto : pixabay.com

Ibu membolehkan saya berteman dengan siapa saja namun urusan percintaan, agak cerewet sih. Dulu ibu melarang saya berhubungan dengan laki-laki dengan suku tertentu, namun setelah saya dewasa dan serius ingin menikah, ibu sudah lebih welcome dan terbuka. Suku apapun tak masalah asalkan pria yang soleh.

Masalah Jerawat

Sumber foto : alodokter

Semasa remaja saya punya masalah banget dengan jerawat. Tipe wajah saya saat itu sangat berminyak sehingga jerawat sangatmudah muncul. Ibu yang paling cerewet mengomentari setiap saya berjerawat sementara saya cuek-cuek saja. Ibu bilang wajah itu aset jadi harus dirawat apalagi masih remaja, lihat dulu ibu gak pernah jerawatan waktu seumuran kamu,bla..bla..bla. Bahkan ibu pernah membawa saya ke dokter spesialis kulit karena jerawat saya parah banget saat kerja. Mungkin pengaruh kosmetik, saya kurang paham, namun ibu rela-relain  mengeluarkan biaya yang cukup besar hanya karena anaknya berjerawat.

Overprotektif

Ibu memang overprotektif saat saya remaja bahkan ketika sudah kuliah. Kemana-mana ditemenin, dianterin, takut banget kalau saya kesasar dan lupa jalan pulang. Padahal saya pengen banget sesekali pergi dan jalan dengan teman-teman tanpa ibu.

Kalau dipikir-pikir kenapa ya anak perempuan sering banget berkonflik dengan ibunya?Apa iya, dirinya menganggap ibunya sebagai saingan? Mungkin saat itu komunikasi kami kurang baik dan saya pun sedang berada di fase remaja yang lebih suka berontak .

Menurut Deborah Tanne, PhD., penulis buku You’re Wearing That? Understanding Mothers and Daughters in Conversation, mengatakan salah satu penyebab masalah diantara ibu dan anak perempuannya yaitu pola komunikasi.

Konflik biasanya muncul disaat ibu memasuki usia 30-40 tahunan -di mana mereka juga punya ambisi pribadi untuk mengembangkan karier- dan anak perempuannya memasuki usia remaja. Pada masa ini seringkali timbul perbedaan pandangan dan harapan di antara keduanya. Misalnya, sang ibu ingin anaknya lebih mandiri. Tapi di sisi lain, ia masih ikut campur mengurus penampilan putrinya dari ujung rambut hingga ujung kaki

Sejujurnya, bahkan hingga dewasa dan sudah menikahpun, saya dan  ibu masih sering berbeda pendapat, cuma tidak seintens dulu. Saya sebagai anak dan juga sudah menjadi ibu kini, banyak belajar parenting di zaman millenials ini dan memiliki pola asuh yang berbeda dengan ibu saya dulu. Perbedaan pendapat pun saya sampaikan dengan komunikasi yang lebih baik dan pilihan kata-kata yang lebih lembut. Berkomunikasi dengan ibu juga di waktu dan kondisi yang tepat agar tidak memancing pertengkaran. Alhamdulillah, ibu mau mendengar dan menghormati pendapat anak perempuannnya kini yang sudah berstatus sebagai ‘orangtua’.

Perbedaan pendapat antara saya ibu ketika saya sudah punya anak misalnya:

1. Keinginan untuk hidup mandiri dan tinggal terpisah

Sejak menikah, saya hanya tinggal selama dua bulan di rumah ibu, lalu kami memutuskan untuk pindah dan menyewa rumah. Bukan karena tidak sayang ibu tetapi keinginan untuk mandiri dalam mengelola rumah tangga dan memiliki kewenangan akan pola asuh anak kami sendiri menjadi prioritas.

2. Memutuskan berhenti bekerja di kantor dan menjadi stay at home mom

Ketika memiliki anak, saya memutuskan berhenti bekerja di kantor yang sudah saya geluti selama lima tahun. Saya ingin fokus merawat dan mengasuh si kecil tanpa bantuan nanny/pengasuh. Berbeda dengan pilihan ibu yang dulu working mom meski sudah memiliki anak. Namun, ia senang dengan keputusan saya resign karena melihat tumbuh kembang cucunya yang baik dan sehat.

3. Memberikan ASI ekslusif dan berlanjut hingga dua tahun.

Yup, untuk ini saya gak mau tawar menawar. Say yes to ASI! Dengan tekad dan agak keras kepala, saya masih menyusui hingga kini dan ibu saya bangga sekali dengan keputusan saya memberi ASI full. Si kecil jarang sekali sakit. Mungkin ia teringat sewaktu kecil, beliau bilang saya sering sekali sakit dan terpaksa diberi susu formula karena ibu sibuk bekerja.

4. Tidak mempercayai mitos-mitos lama pengasuhan.

Saya  termasuk ‘bandel’ kalau dibilangin ibu soal mitos-mitos pengasuhan yang menurut saya sudah tidak cocok lagi dengan zaman sekarang , seperti pakai gurita, bedong, pakai bedak tabur, minyak telon, dll. Semua saya langgar, haha. Maafkan saya, Bu. saya tidak menurutimu untuk yang ini.

Saya banyak belajar dari ibu. Jika pola asuh ibu yang dulu berdampak positif akan saya ikuti, namun jika tidak sesuai dengan yang saya anut, akan saya perbaiki untuk kebaikan si kecil. Karena bagi saya setiap anak itu unik dan mendidik anak harus sesuai dengan zamannya.

Meskipun saya dan ibu berbeda pendapat, tapi saya selalu ingat pesan dan nasihat ibu yang bahkan hingga kini masih saya jalankan.

Tidak meninggalkan sholat 5 waktu

“Jangan pernah lupa sholat ya, Nak…,”

Ibu adalah orang yang taat menjalankan perintah sholat. Beliau selalu mengingatkan saya untuk tidak meninggalkan sholat dimanapun saya berada. Sering saya mendengar nama saya disebut dalam doa-doanya. Dengan sholat hati kita menjadi tenang dan masalah pun bisa dicari solusinya jika hati tenang.

Tidak sombong

“Kamu harus baik pada semua orang. Tidak boleh sombong. Jika bertemu orang, tegur sapa sambil senyum. Untuk apa kita sombong, toh yang kita miliki hanyalah titipan Allah…,”

Beliau orangnya sangat ramah  pada semua orang. Dia cepat sekali akrab bahkan dengan orang-orang yang baru dikenal. Kerap saya mengingatkannya untuk berhati-hati jika bertemu orang-orang baru namun gerak-geriknya mencurigakan atau menanyakan masalah yang terlalu pribadi. Dulu semasa SMA, teman-teman saya sering berkunjung ke rumah cuma karena mau bertemu ibu. Ibu sering memasakkkan makanan untuk teman-teman sekolah dan mereka selalu ingat ibu.

Berteman dengan siapa saja 

“Bertemanlah dengan siapa saja, bahkan kepada orang yang kita benci. Tidak perlu memandang agamanya selama ia tidak menggangu kepercayaan kita…,”

Pesan ibu ini selalu saya ingat hingga saya dewasa. Saya jadi lebih terbuka berteman dengan siapa saja, dari segala usia, berbagai latarbelakang dan profesi. Berteman dengan sebanyak mungkin orang akan menambah wawasan dan pergaulan kita di masyarakat.

Mencari pendamping hidup yang taat beribadah

Satu lagi nasihat ibu mengenai pendamping hidup  yang selalu saya ingat.

“Nak, tak perlu harus kaya raya. Tak harus tampan.Carilah suami yang sholeh, taat beribadah. Berilmu pengetahun yang luas. Harta mungkin bisa habis, namun ilmu akan terus dibawa hingga mati…,”

Ibu, lagu #JasmineElektrikCeritaIbu ini mengingatkan saya tentangmu. Bagi saya, tak ada hari ibu yang khusus. Setiap hari adalah untukmu, Bu. Dari kecil hingga kini, betapa banyak dosa yang telah saya lakukan, mohon maafkan ya Bu…

Dear Ibu,

Ibu, meski kita jarang bertemu sekarang, jarang bisa menikmati hari-hari bersama, ngobrol sepanjang hari, tertawa berdua, tapi pesan dan nasihatmu akan selalu saya ingat sepanjang hidup. Segala pengorbanan dan kasih sayang ibu tak terbantahkan waktu.

With love.

Nita

Sumber foto : pexels.com

Sumber referensi

Masalah  Komunikasi Ibu dan Anak Perempuannya. https://www.pesona.co.id/article/masalah-komunikasi-ibu-dan-anak-perempuan