Etika Social Media

Loading

Sepertinya saat ini social media gak terlepas dari kehidupan sehari-hari ya. Udah bukan pemandangan aneh aja lihat orang yang kemana-mana bawa smartphone, kemana-mana sibuk nyari tempat colokan dan wifi kalau ke suatu tempat, bukannya nanya menu duluan apa gitu contohnya kalau makan di restoran, haha… Lucu, tapi bener adanya,  Sayangnya, dalam ber-social media kita kadang melupakan etika. Namanya juga social media, mereka hanya media atau perantara kita berkomunikasi dan memperluas pertemanan dengan sebanyak mungkin orang, namun harusnya jadi banyak teman kok jadi malah nambah musuh. Lho, ada apa? Apakah ada yang salah dengan etika kita selama ini dalam bersocial media? So, jadilah artikel ringan tentang etika social media  ini saya tulis. Seperti biasa moga bisa jadi catatan saya buat memperbaiki diri dan renungan supaya gak terlalu kebablasan di social media.

Social media itu sebenarnya banyak manfaatnya, bener kan? Kita bisa memperluas networking, membuka peluang usaha, belajar hal-hal baru dan mendapat informasi ter-update dari berbagai kategori di seluruh belahan dunia. Sudah ribuan umat merasakan manfaat social media dalam hidup mereka, dari hal-hal sepele, seperti ibu-ibu yang sibuk bekerja tapi tetap mau masak buat keluarga, tinggal klik Instagram dan cari resep-resep praktis dan lezat dengan hanya klik hastag saja, bahkan ada juga yang cari temen lama yang udah menghilang, temen masa kecil, eh akhirnya ketemu deh di social media, bahkan ada juga yang ketemu jodoh di social media. Temen saya waktu kuliah ada loh, yang ketemu cowoknya dari facebook tapi gak tahu juga apakah mereka sudah menikah atau belum, kelihatan aneh? Gak juga, social media itu sebenarnya hanya perantara, penentunya ya pelakunya alias kita dan Tuhan juga pastinya, kita sendiri yang nentuin mau jadiin social media ini hal yang positif atau negatif. Setuju?

Nah, yang jadi masalahnya apa? Social media menjadi masalah ketika kita menempatkan fungsinya tidak pada tempatnya. Banyak kan sekarang social media malah jadi ajang curhat galau dan ajang pamer. Apakah kamu salah satunya? Ups, saya bakalan ditimpuk gak ya? Terus buat mereka-mereka yang hobinya curhat galau di social media bakal berkomentar sinis, “Suka-suka gue dong. Status gue, hidup gue, kok jadi elo yang sewot.” Iya bener, bener banget, itu hidup kamu, status kamu, tapi tetap aja kamu itu makhluk sosial kan ya, berhubungan dengan banyak orang, kalau sekali-sekali bolehlah curhat galau, namun kalau setiap hari postingan kamu yang isinya ngeluh, marah-marah dan hal-hal negatif lainnya memenuhi timeline social media orang yang jadi temen kamu, apa gak mengganggu jadinya? Inget lo, bahasa menunjukkan bangsa. Pepatah lama itu ada benernya juga. Setiap ucapan kita tuh menunjukkan siapa diri kita, orang pun akan berfikir apakah kita membutuhkan simpati dan belas kasihan atau kurang perhatian sampai harus curhat di social media hampir setiap hari, ataukah bener-bener gak punya teman yang bisa dicurhatin di kehidupan nyata?

Saya punya teman tuh yang kayaknya riweh banget masalah jodoh, terus-terusan postingan galau kalau dia disakiti, di PHP-in, merasa gak laku, kayaknya hidupnya yang paling menderita deh masalah cowok, padahal menurut saya gegara postingan negatifnya tentang pasangan hidup malah membuat image dia sebagai cewek yang (seharusnya) smart dan high quality jomblo bakal hilang! Malah buat cowok-cowok yang ingin mendekati malah ilfill jadinya dan apakah jodoh datang karena postingan galau? Coba fikir sendiri aja.

Lalu, soal social media yang jadi ajang pamer gimana? Sudah lumrah ya melihat akun sosial media yang isinya selalu memposting barang-barang mewah yang ia punya. Hhhmm, kalau difikir-fikir untuk apa ya diposting, apakah memang si pemilik butuh pengakuan orang lain bahwa ia kaya atau agar “terlihat” kaya? Kembali kepada diri masing-masing saja, dan saya tidak ingin menjudge, karena masalah harta kekayaan cukup sensitif. Hanya saja yang saya khawatirkan dari orang-orang yang selalu memposting barang-barang mewah, rumah mewah, bahkan detil-detil rungan beserta alamatnya, apakah tidak memancing niat orang untuk melakukan sebuah kejahatan?

Selain itu, kita harus lihat juga jika ingin broadcast atau menyebarkan postingan berita yang sifatnya spesifik. Pernah gak punya teman yang sengaja add kita cuma mau nawarin jualannya aja, selebihnya nanya kabar aja enggak, dekat juga nggak. Saya juga pernah nih dapet WA massagger dari orang yang gak saya kenal, baru pertama kali nih kirim pesan dan saya juga gak tahu dapat nomor WA saya darimana, tiba-tiba udah ngirim permohonan untuk sumbangan kemanusiaan dan minta saya kirim ke rekeningnya. Saya gak masalah kalau diminta donasi namun seharusnya etikanya dalam berkomunikasi lebih diperbaiki. Perkenalkan diri siapa dan tahu darimana, juga gak langsung tiba-tiba minta donasi. Kedekatan suatu hubungan pertemanan itu mau gak mau mempengaruhi keputusan kita akan sesuatu. Ibaratnya, tak kenal maka kenalan, hehehe..

Ada juga dulu salah teman di Path, yang setiap hari posting kisah-kisah bijak dan cuplikan ayat-ayat dari suatu agama tertentu (non-Muslim), lama-lama saya merasa risih dengan postingan itu dan saya rasa kurang pantas memposting di path yang merupakan media untuk publik, bukan untuk komunitas agama tertentu. Disuguhi setiap hari dengan postingan tentang agama, jadi (mohon maaf) seperti buletin rohani. Bahkan, yang non-muslim yang ikut berteman dengan teman saya itu juga merasa risih, karena merasa tidak pada tempatnya saja memposting hal demikian. Akhirnya, saya putuskan untuk menghapus pertemanan.

Membuat status di social media, menurut saya haruslah lebih bijak. Lebih baik tidak memposting hal-hal negatif, emosi dan kemarahan disana, apalagi yang bersifat provokasi dan ancaman. Status menunjukkan identitas dan yang selalu saya ingat, apa yang kita tulis hari ini bisa jadi menjadi status terakhir kita. Usia kita hanya Allah yang tahu. Maka, tinggalkan status yang positif sebaik yang kita bisa setiap hari, agar pun kita dikenang dengan hal-hal baik dan bisa jadi itu menjadi amal terakhir kita.

Buat saya social media penting dan bermanfaat, terutama karena saya menggunakan social media untuk baca berita terbaru tentang dunia perpustakaan, berbelanja di online shop, melatih ketrampilan saya memasak dengan mengintip resep baru (biasanya Instagram), follow akun-akun berisi quote positif agar selalu berfikir positif, membaca blog-blog dari blogger yang saya suka, mengecek email yang berisi pekerjaan, penawaran dan peluang yang bisa datangin duit, banyakin temen-temen baru juga, menjaga silahturahmi dengan temen-temen lama yang sudah susah sekali dijumpai, karena di lain kota atau kesibukan, namun tetap bisa komunikasi via bbm, line atau whatapp, mau order buku juga bisa via WA, pesan ojek online, bayar tagihan, apalagi ya… hmm, banyaklah. Kalau kamu, seberapa penting peranan sosial media buat hidup kamu? Share yuk disini!

Save

Save

Save

Save

Save

1 Comments

  1. Nice article. Aku juga punya temen yang tiap hari postingan galau ga jelas di sosmed. Mood kita kan jadi ikutan jelek kalau baca postingan negatif setiap hari…

Comments are closed.