Sering gak sih lihat anak-anak berebut mainan atau mengambil mainan yang bukan miliknya? Atau saat anak lain ingin meminjamkan mainan anak kita lalu anak kita tidak bersedia meminjamkannya?Lalu harus bagaimana? Apa harus kita marahi? Eits, tunggu dulu! Justru saat anak kita tidak bersedia meminjamkan mainannya kepada anak lain kita tidak boleh memaksanya apalagi menyebut ia pelit. Kenapa? Karena anak usia 0-6 tahun sedang berada pada fase ego atau fase kepemilikan. Ia belum bisa menerima makna berbagi. Mereka memang sudah mau bermain bersama, namun hanya bermain di satu tempat saja, namun belum tertarik untuk berinteraksi. Jadi, kalau ada anak tak mau meminjamkan mainannya bukan berarti ia pelit kok, apalagi suka ada yg nyeletuk kalo itu anak pelit turunan ayah ibunya. Itu mah gak bener , pelit itu bukan keturunan tapi mindset aja. Malah dianjurkan pada fase ego tersebut mereka harus memuaskan egonya dan diakui kepemilikannya. Dengan memuaskan egonya, ia belajar mempertahankan apa yang menjadi miliknya, berani membela hak-haknya. Namun, jika kita paksa ia berbagi, yang terjadi justru anak merasa ia boleh merampas mainan anak lain, karena mainan sendiri ‘dirampas’. Selain itu, anak jadi tak punya authority atau kewenangan. Itulah mengapa ketika anak beranjak dewasa, ia tak mampu mempertahankan miliknya, baik berupa barang jika dirampas temannya, atau sekedar mempertahankan pendapatnya. Mengajarkan anak tentang kepemilikan sangatlah penting, agar anak tahu batasan, anak tahu yang mana yang boleh digunakan, mana yang tidak, tidak asal main serobot.
Lalu, Kapan Anak Diajarkan Berbagi?
Meskipun demikian , kita tetap bisa mengajarkan mereka untuk berbagi yaitu dengan cara keteladanan atau memberi contoh langsung. Misalnya merayakan ultah anak ke Panti Asuhan, kita sebagai orang tua mengajak anak kita berbelanja bahan pokok ke pasar dan mengantarkan langsung ke panti asuhan tersebut. Biarkan anak kita merasakan emosinya saat melihat anak-anak panti asuhan. Selain belajar berbagi, mereka juga akan belajar makna bersyukur. Cara lainnya misalnya mengajak anak ke mesjid, lalu memberitahu anak kita bisa memasukkan uang yang kita miliki ke kotak infaq. Ada banyak cara lain mengajarkan anak berbagi dan kita bisa mulai dari hal-hal kecil.
Jika Anak Mengambil Mainan Anak Lain
Kasus ini sering terjadi ya. Saya pun demikian. Shadiq yang masih 1 tahun 5 bulan juga sering mengambil mainan anak lain didekatnya karena merasa tertarik. Saya sebagai orang tua, berusaha mengingatkannya, setiap mau pinjam mainan orang lain, harus izin dulu ke orangnya. Jika orang tersebut tidak mengizinkan, ya tidak boleh memaksa. Jika Shadiq tetap mau ambil, biasanya saya langsung angkat dia dari kumpulan anak tersebut. Dia biasanya menangis karena ingin mainan tersebut, namun saya jelaskan lagi dengan lembut dan sabar bahwa mainan tersebut bukan miliknya. Saya katakan sambil menggendong dan memeluknya. Biasanya dia akan mengerti dan berhenti menangis dan kembali ceria. Anak dibawah 3 tahun, saat bermain memang tetap perlu pengawasan orang tua karena mereka belum benar-benar mengerti mainan yang berbahaya atau tidak. Mereka juga belum bisa berbicara lancar dan belum mampu menyampaikan emosinya dengan sempurna, jadi terkadang mau saja memukul atau mencubit anak lain yang sedang bermain bersama, mungkin memang maksudnya bukan menjahati ya, tindakan mereka spontan saja dan bisa jadi itu karena si anak ingin mengenal anak lain dengan menyentuh atau mencubitnya. Kita lah yang menngingatkan anak agar tidak menyakiti teman saat bermain dengan mengatakan,” Sayangi temannya ya, Nak.” Itu lebih baik daripada mengatakan, “Jangan pukul teman. Jangan nakal.”
Mengajarkan Kepemilikan Pada Anak
Untuk anak yang masih batita, memang agak susah ya, karena mereka belum bisa diajak diskusi dua arah. Kita hanya bisa mengingatkan terus menerus serta memberikan contoh/keteladanan melalui perbuatan. Sedangkan untuk anak yang sudah bisa diajak berdialog, sebenarnya lebih mudah, kita bisa tetapkan rules saat bermain, memberi konsekuensi jika melanggar rules. Saya selalu beritahu Shadiq, yang mana barang miliknya, yang mana milik ayah ibunya. “Ini sikat gigi Shadiq, ini punya Bunda.” , atau “Ini buku Ayah. Ayah perlu buku ini untuk bekerja. Kalau robek atau rusak bukunya tidak bisa dibaca lagi. Yang ini buku Shadiq. Shadiq boleh baca dan pegang. Dijaga dan dirawat bukunya ya, Nak.” Atau bisa juga kita melabeli barang-barangnya dengan label tertulis, agar anak tahu yang mana miliknya. Misalnya menempelkan label Mainan Shadiq di kotak mainan atau menuliskan nama anak di halaman depan buku-buku miliknya. Hal penting lainnya adalah mengajarkan anak untuk permisi atau izin saat masuk kamar orang lain. Mengucapkan salam sambil mengetuk pintu sebelum masuk kamar orang agar anak belajar sopan santun. Shadiq sekarang setiap masuk kamar selalu bilang “Samikummmm” artinya Assalamualaikum. Dia memang sedang fase meniru ucapan orang lain, karena itu sebisa mungkin kami mencontohkan kaya-kata dan perilaku yang baik padanya.
Intinya adalah, mengajarkan kepemilikan pada anak harus dilakukan sejak dini melalui keteladanan dan kesabaran.
Memaksa anak berbagi bukan hal yang bijak, namun membiarkan anak mengambil barang orang lain juga tidak tepat. Kita adalah cermin bagi mereka. Anak akan menyerap segala informasi yang ia lihat disekelilingnya.Semoga kita bisa menjadi contoh yang baik bagi mereka.