My Mom, My Hero

Loading

My Mom, My Hero – Tiba-tiba saya ingin cerita tentang mama saya. Mungkin momen Hari Ibu sudah lewat tapi tidak ada kata terlambat kan untuk mengucapkan terima kasih pada Ibu? Saya juga bukan orang yang  terlalu mengikuti seremonial atau perayaan-perayaan tertentu, bagi saya cinta harus diungkapkan setiap hari baik kata dan perbuatan. Saya ingin cerita tentang mama. Sedikit curhat, mungkin saya merindukan sosoknya yang dahulu ketika saya masih kecil.Bener kata orang, kita akan merindukan ibu kita, ketika kita telah menikah. Bisa bermanja-manja di pelukannya dan menangis sambil curhat apa saja.

Baiklah, saya dan mama. Menggambarkan sosok mama adalah sesuatu yang kompleks,  ketika saya masih kecil, mama adalah sosok yang gesit dan tangguh. Karena papa sering keluar kota, mama harus terbiasa mengurus saya dan abang saya di rumah sendiri. Mama  adalalah sosok ibu yang sangat peduli dan bisa dibilang overprotektif.  Beliau sangat memperhatikan kami, anak-anaknya terutama soal makanan dan pendidikan kami. Mama rajin memasak  dan masakan enak sekali. Saya ingat dulu setiap saya berangkat k Taman Kanak-Kanak, mama sudah menyiapkan seluruh perlengkapan sekolah dan bekal makanan saya. Saya jarang sekali diperbolehkan jajan diluar. Karena sudah terbiasa dengan makanan rumah, sampai sekarang saya tidak begitu suka jajan makanan di pinggir jalan sembarangan.

Mama adalah orang yang sangat peduli akan pendidikan anak-anaknya. Walaupun beliau sedikit keras pada saya, karena saya selalu menempati ranking pertama di kelas dan yang saya ingat ketika suatu ketika saya hanya mendapat peringkat ketiga di kelas, beliau marah sekali dan saya tidak mendapatkan hadiah seperti ketika saya juara pertama. Sedih sekali waktu itu, dan itu berlanjut hingga SMP. Hingga akhirnya saya mendapat SMA favorit kala itu, mama sudah agak longgar. Saya tidak harus juara 1, namun peringkat 10 besar harus tetap ditangan. Mama selalu bilang, perempuan harus berpendidikan supaya tidak diremehkan suami kelak. Saya harus lebih baik dari mama dan papa, begitu katanya. Mama juga yang mendorong saya masuk Ilmu perpustakaan, beliau bilang ini ilmu yang langka, keahlian seperti ini akan jarang ditemui. Sebenarnya  saya ingin masuk Jurusan Ilmu Komunikasi di UNPAD , tapi mama tidak mengizinkan saya kuliah jauh darinya. Walaupun keputusan itu tidak pernah saya sesali, karena saya kemudia jatuh cinta dengan dunia perpustakaan.

Mama  orang sangat ramah dan gampang akrab dengan banyak orang, bahkan dengan teman-teman sekolah saya terdahulu, mama juga akrab. Kalau teman-teman sekolah saya datang rame-rame, maka mama akan memasak makanan untuk mereka dan kadang mau ikut bercanda.  Sampai sekarang, jika saya bertemu teman-teman sekolah saya, maka yang mereka tanyakan adalah mama saya, hehehe.

Hal yang paling saya ingat adalah mama yang sangat khawatir saat saya sakit. Imun saya tergolong rendah untuk usia balita ketika itu dan mama bisa tidak tidur semalaman karena menjaga saya yang sedang demam atau alergi pernafasan. Mama tak peduli seberapa besar biaya pengobatan saya, asalkan saya bisa sembuh.

Kasih ibu memang sepanjang masa, meskipun saat ini mama sudah tak sekuat dulu, karena umurnya sudah kepala lima.  Emosi mama juga naik turun, akibat usianya sudah makin menua, saya maklumi itu karena orangtua ketika usianya semakin bertambah akan bertingkah seperti anak kecil kembali dan membutuhkan perhatian ekstra. Saya paham bahwa pola fikir mama dan pola asuh mama mngkin sudah jauh berbeda dengan ilmu parenting yang sekarang semakin berkembang. Meskipun kami berbeda pendapat tentang banyak hal, saya paham mama tetaplah mama yang mencintai saya dengan caranya. Terima kasih Ma, untuk cinta dan kasih sayangmu, pengorbananmu, air matamu, dari saya lahir hingga sekarang. Maafkan saya Ma, atas kenakalan saya dan kerepotan yang saya buat selama 27 tahun.. Maafkan Ma, karena belum bisa membahagiakanmu sampai sekarang. Sehat terus ya Ma. I love you, Mom…

Save