Susahnya Bilang Terima Kasih dan Tolong

Loading

YunitaSari.com – Susah ya jaman sekarang untuk ngomong “terima kasih dan tolong”. Haha…tulisan ini sebenarnya terinspirasi dari pengalaman  saya pribadi. Sedikit curhat boleh ya. Pekerjaan saya sehari-hari bukan melulu soal buku, tapi juga berhubungan dengan berbagai macam karakter orang, terutama para member perpustakaan yang mau pinjam buku atau sekedar numpang baca doang di perpustakaan.  Saya selalu berusaha mengucapkan terimakasih setiap mereka meminjam , mengembalikan  atau sekedar berkunjung, namun ya gak semuanya membalas. Walaupun sebenarnya mereka yang mengucapkan terimakasih kepada saya atas “layanan jasa” perpustakaan yang saya berikan, buat saya gak masalah.  Untuk diperlakukan baik oleh orang lain, kitapun harus duluan memberi contoh, bukan?

Sebagian pengunjung setelah menerima layanan perpustakaan, hanya pergi dan lewat begitu saja di depan meja saya tanpa mengucapkan apapun atau sekedar tersenyum pun tidak, hehehe…  Pernah juga saya menerima pengunjung perpustakaan yang lebih “tidak sopan”, mereka sepertinya beberapa orang mahasiswa yang ingin melakukan wawancara di perpustakaan saya, tanpa permisi langsung masuk, dan melakukan wawancara dengan seorang trainer muda (tidak usah disebut namanya) yang sudah menunggu. Yang membuat saya kesal, selain tidak permisi kepada saya yang adalah staff disitu, mereka bukanlah siswa yang kursus di tempat saya bekerja, dengan kata lain mereka adalah orang luar. Mereka dengan santainya berisik dan ngobrol keras-keras saat sesi wawancara, padahal seharusnya mereka tahu perpustakaan itu tidak boleh berisik karena mengganggu pengunjung lain. Sikap dan perilaku mereka tidak mencerminkan  orang terpelajar. Begitu selesai wawancara , mereka juga pergi begitu saja, tidak permisi atau sekedar mengucapkan terima kasih. Saya hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakukan mereka yang katanya ”generasi muda penerus bangsa.” Dan trainer muda itu juga sama saja, tidak permisi dan begitulah.. Maaf saja, saya jadi tidak respek.

Pengalaman lainnya adalah, saat pengunjung yang kebanyakan adalah siswa-siswa  SMA , tiba-tiba tanpa permisi langsung  bertanya, “ Ada charger kak?”, tanpa mengatakan permisi atau meminta izin boleh atau tidak meminjam charger. Saya bukannya tidak mau meminjamkan, tetapi saya hanya tidak suka cara berbicara seseorang yang tidak tahu sopan santun.  Lebih lagi, pengunjung yang suka meninggalkan barang-barang pribadinya di perpustakaan dan seolah menjadikan saya “tempat penitipan barang.” Padahal sudah jelas-jelas saya buat pengumuman bahwa tidak boleh meninggalkan barang-barang di perpustakaan karena segala kehilangan di luar tanggung jawab pihak perpustakaan.

Masih banyak lagi sih perilaku tidak menyenangkan yang menyangkut masalah sopan santun. Semua bermula dari hal-hal sederhana yaitu memahami pentingnya selalu mengatakan “ terima kasih” dan kata “tolong”. Bagi saya, pendidikan formal setinggi apapun, tidak menjamin seseorang memiliki etika dan tata krama yang baik. Pendidikan tentang etika dan sopan santunlah tetaplah hal yang sangat penting diajarkan, bahkan sejak kecil.  Tulisan ini juga menjadi self reminder buat saya untuk selalu berterimakasih kepada orang-orang yang sudah memberikan bantuan, walau sekecil apapun dan mengatakan kata tolong jika membutuhkan bantuan orang lain.