Tentang Pola Asuh

Loading

Di era digital saat ini, parenting menjadi pembahasan yang selalu menarik untuk dibahas salah satunya tentang pola asuh. Banyak orang tua memiliki pola asuh yang berbeda-beda, namun biasanya pola asuh tersebut cenderung meniru dari generasi sebelumnya alias kakek neneknya padahal setiap anak itu berbeda, setiap anak itu unik, tidak bisa disamakan satu sama lain. Zaman kita dulu dibesarkan tentu berbeda dengan zaman anak kita saat ini. Saya dan suami berusaha menerapkan hal tersebut untuk si kecil, mengasuh anak dengan cara yang berbeda dengan apa yang orangtua kami lakukan dulu.

Ada banyak memang teori-teori pengasuhan yang dijabarkan para ahli parenting dan psikolog, tak ada yang baku karena memang tak ada sekolah menjadi orangtua, namun yang terpenting adalah memilih satu metode pengasuhan yang dianggap paling cocok bagi kita sebagai orangtua, daripada mencoba semua metode parenting yang ada, lalu mengkombinasikannya. Bukannya menemukan solusi, malah teori pengasuhan satu dan lainnya saling bertentangan dan membuat kita bingung.

Terlalu banyak teori parenting malah bikin bingung. Sumber foto: https://yourot.com/parenting-club/parental-misconceptions

Tentang pola asuh ini, saya dan suami tidak sependapat bila semua ilmu parenting dicobakan ke anak, yang sering kami dengar di sosial media, kalo baik diambil, yang buruk dibuang. Cukup dengan satu metode pengasuhan yang sudah disepakati bersama dan yang paling penting DIJALANKAN. Bener kan? Buat apa googling sana sini, semua seminar parenting diikuti, semua buku parenting dibaca, namun tidak dipraktekkan. Sama saja sia-sia. Nah, agar pola asuh yang sudah dipilih tersebut dapat berjalan dengan baik, tentu ada rules atau aturan-aturan yang harus dijalankan. Aturan ini merupakan prinsip dasar pengasuhan yang kami jalankan dalam mengasuh Shadiq yang kini sudah 16 bulan.

1. Ayah dan Ibu sama-sama terlibat

Saya dan suami sepakat untuk saling bekerjasama mengasuh si kecil, mulai dari memandikan, memberi makan, mengajak bermain, menggantikan popok, menggendong dsb. semua kami pelajari dan lakukan bersama. Tugas mengasuh anak bukanlah mutlak tanggung jawab ibu, namun ada peran ayah disana. Keseimbangan peran ayah dan ibu penting sekali untuk perkembangan emosional si kecil. Ia akan tumbuh menjadi pribadi yang bahagia dan mampu mengelola emosinya dengan baik.

pola asuh
Gaya pengasuhan apapun akan lebih optimal jika dijalankan bersama pasangan. Sumber foto: pixabay.com

2. Sepakat dalam aturan yang sama

Baik ayah dan ibu memiliki aturan yang sama sehingga jika anak melakukan kesalahan ia tidak akan berlindung ke salah satu pihak yang ia yakini akan membelanya. Jika ayah mengatakan tidak maka ibupun juga. Ini mengajarkan anak tentang konsekuensi dari perbuatannya. Jika ia bersalah, maka ia harus bertanggungjawab, bukan melarikan diri dari masalah. Sering yang terjadi kalau ayah menegur anak berbuat salah, maka si ibu membela, begitupun sebaliknya, ini berdampak tidak baik untuk si kecil yang  akan selalu mencari pembenaran atas kesalahannya

3. Si kecil diberi pilihan

Meskipun belum genap dua tahun, saya dan suami selalu mengajarkan Shadiq  untuk memilih. Memilih melatih si kecil bertanggungjawab atas pilihannya dan melatih kemandirian.Misalnya saja saat makan, saya akan tanyakan ia mau makan mie atau nasi hari ini, atau jika akan pergi, ia boleh memilih diantara dua model baju yang saya sodorkan.

pola asuh
Memberi pilihan pada si kecil melatihnya bertanggungjawab. Sumber foto: pexels.com

4.Tidak banyak melarang

Kami sepakat untuk tidak melarangnya melakukan apapun asalkan tidak membahayakan untuk dirinya dan orang lain. Mau main air, mau main hujan, mau main di tanah,  silahkan saja asalkan ia dalam kondisi sehat dan cuaca sedang bersahabat. Terlalu banyak melarang anak akan berakibat tidak baik baginya karena anak akan tumbuh menjadi pribadi yang peragu dan takut untuk mengambil keputusan. Sebisa mungkin menghindari kata “Jangan” dan “Awas”, “Tidak”, dan mengganti dengan kalimat positif yang maknanya sama.

5. Tidak membelikan mainan

Duh, kesannya kok pelit banget ya ortunya, hahaa…kami sepakat untuk tidak membelikan mainan terlalu banyak untuk si kecil, dan lebih sering mengajaknya beraktifitas outdoor dan mengenal alam. Shadiq tipe pembosan, mainannya cuma sebentar dimainkan, paling sering sih hanya dibanting-banting saja. Kami membiarkannya mengeksplor apa saja di sekelilingnya untuk dijadikan mainan, seperti panci dan sendok kayu yang biasa dijadikan alat masak ibunya, dia akan asik sendiri, kaleng biskuit akan dijadikannya gendang, hahaha…Setiap anak punya imajinasi sendiri dan biarkan ia berimajinasi dengan barang-barang disekitarnya agar ia terlatih lebih kreatif. Kalo pun ada mainan seperti mobil-mobilan, sepeda, itu semua hadiah dari orang lain. Jikapun bisa memilih, kami lebih memilih menyewa mainan saja yang memang sesuai kebutuhan si kecil, misalnya menyewa push walker untuk membantunya belajar berjalan. Yang sering kami lakukan membelikannya buku karena berencana ingin membuat mini library untuknya nanti. Dan yang terpenting adalah bukan mainan mahal yang diingat seorang anak tapi kehadiran orang tuanyalah yang ia butuhkan.

Bukan mainan mahal yang dibutuhkan si kecil melainkan kehadiran orang tuanya.

6. Saling mengingatkan

Ya, namanya juga manusia ya, pasti ada lupanya. Untuk itu saya dan suami sepakat untuk saling mengingatkan tentang pola asuh ini jika keluar dari rules yang disepakati. Mengingatkan dengan baik-baik tentunya.

7. Tidak menonton TV

Iya, saya dan suami memang tidak menonton TV. Mungkin terdengar aneh ya tapi memang kami tidak terlalu berminat nonton acara televisi. Dan kami ingin si kecil pun tidak menonton tv, paling tidak sampai usianya 2 tahun, kalau bisa seterusnya saja ya. Kami merasa acara televisi saat ini kurang cocok ditonton oleh anak-anak, apalagi jika ada adegan percintaan dan kekerasaan didalamnya, belum lagi acara-acara gosip artis yang kurang bermanfaat. Lalu bagaimana dengan film kartun? Ya, tetap aja harus diteliti dulu kontennya seperti apa. Ada lo kartun untuk orang dewasa, contohnya Crayon Shincan, sbenarnya itu film kartun dewasa ya. Tapi namanya anak-anak suka ga sadar kalo disisipi cerita dewasa, karena itu tugas kita sebagai orangtua untuk lebih aware dan mrmfillter tayangan yang pantas ditonton anak-anak. Ayahnya suka bilang, tayangan yang ditonton anak-anak akan tersimpan dialam bawah sadarnya jika terus menerus dilihat, makanya banyak anak zaman sekarang udah kecanduan film porno karena setiap hari melihat seperti itu. Naudzubillah.

No tv untuk bayi dan anak dibawah 2 tahun

8. Tidak bertengkar di depan anak

Sebisa mungkin kami sebagai orangtua tidak bertengkar didepan anak. Meskipun kami misalnya sedang emosi dan pengen marah ke pasangan, ya dibicarakan saat si anak sudah tidur. Melihat pertengkaran orang tua sangat tidak baik dilihat anak-anak, karena akan membekas dalam ingatannya.

Bertengkar di depan anak memberi efek negatif. Sumber foto : kompasiana.com

9. Makan sambil duduk dan makan dengan happy

Sejak usia 6 bulan dan mulai belajar makan, saya dan suami selalu membiasakan si kecil makan sambil duduk di kursinya sendiri. Makan dengan happy, belajar pegang sendok garpu sendiri dan tidak pernah memaksanya untuk menghabiskan makanan. Makan tanpa menonton youtube atau tv, agar ia fokus terhadap makanannya. Sambil mendengarkan musik anak-anak atau murottal boleh, tapi bukan sambil nonton.

Makan dengan happy
Sumber foto : http://www.pacificnutritionpartners.com/blog/2018/7/22/child-vegetarian-diet

 

10. Mengungkapkan perasaan adalah wajar dan menyalurkan emosi dengan baik.

Emosi sebenarnya bukan sesuatu yang negatif kalau kita bisa mengelolanya dengan baik. Saya dan suami selalu katakan pada si kecil bahwa ia boleh mengungkapkan perasaannya , baik itu saat marah, sedih, kecewa, bahagia, tertawa dan menangis. Namun setelah itu, ia harus tetap bangkit lagi dan bersemangat lagi. Kami tak pernah memaksanya diam jika ia menangis misalnya, saya biasanya mengatakan, “Bunda tahu kamu masih pengen main. Shadiq boleh nangis, boleh kesal dan marah, namun setelah itu Shadiq tetap harus bobo karena sudah waktunya bobo.”

pola asuh
Menangis adalah salah satu penyaluran emosi. sumber foto: www.parents.com

11. Tidak menyalahkan benda mati

“Siapa yang jahat Nak? Dindingnya ya?Sini bunda pukul dindingnya ya.”

Sering gak waktu kecil kita dibilangin gitu sama orangtua? Ternyata itu berakibat tidak baik untuk mental si anak karena ketika dewasa nanti ia cenderung menyalahkan orang lain jika sedang mengalami masalah. Karena itu jika Shadiq jatuh atau terbentur tembok, kami selalu ingatkan bahwa ia harus berhati-hati karena tembok itu keras dan tak boleh menyalahkan benda mati.

Tentang pola asuh yang saya dan suami sepakati bersama untuk si kecil juga pastinya memiliki tantangan tersendiri karena mungkin berbeda dengan lingkungan sekitar, namun jika kita sudah yakin maka jalani saja. Gimana moms? Moms punya aturan pengasuhan lain yang diterapkan bersama pasangan? Share yuk di kolom komentar!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *